Pages

Wednesday, February 22, 2017

MANTAN PENYANYI YANG HAFAL AL QUR’AN


Semua nikmat yang ada pada manusia berasal dari Allah. Adapun cara terbaik untuk bersyukur kepada Allah adalah dengan mempergunakan nikmat yang Dia karuniakan untuk mentaati-Nya, termasuk nikmat suara. Berbahagialah orang-orang yang dikaruniai suara yang bagus dan indah. Alangkah lebih indah lagi jka suara indah tersebut digunakan untuk membaca firman-firman Allah yang merupakan surat cinta Allah kepada segenap hamba-Nya.

Syahdan, Zadzan Abu Amru al-Kindi adalah seorang yang suka minum khamar dan gemar bernyanyi. Suara yang indah dalam bernyanyi kemudian di dengar oleh Ibnu Mas’ud r.a. Ibnu Mas’ud r.a. takjub dengan suara emas Zadzan dan berharap agar suara indahnya digunakan untuk membaca Al-Qur’an. Karena ketulusan nasihat dari lubuk hati Ibnu Mas’ud, Zadzan beralih dari seorang penyanyi menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.

Kisah ini ditulis oleh seorang ulama generasi tabi’in, yaitu Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala-nya.

Adz-Dzahabi menyebutkan riwayat dari Abu Hasyim, ia berkata, “Zadzan pernah bercerita, ‘Dahulu aku adalah seorang pemuda yang memiliki suara merdu dan terampil dalam memainkan thanbur (semacam gitar-penj). Seperti biasa, aku sedang berkumpul dengan kawan-kawanku, ditemani dengan khamar. Sementara itu, aku mendendangkan laguku dan memetik gitarku untuk kawan-kawanku. Ketika Abdullah bin Mas’ud lewat, ia langsung memecahkan botol khamar dan langsung merusak gitarku, kemudian berkata, ‘Lau kana ma yusma’u min husni shautika ya ghulam bil Qur’an kunta anta, andai saja yang diperdendangkan dari merdunya suaramu adalah Al-Qur’an.’

Setelah Ibnu Mas’ud beranjak pergi, aku bertanya kepada teman-temanku, ‘Siapakah orang itu?’

‘Mereka menjawab, ‘Ia adalah Ibnu Mas’ud.’

Lalu, aku memutuskan diri untuk bertaubat, aku mengejarnya sambil menangis. Aku memegangi ujung bajunya dan menyatakan aku bertaubat. Mendengar penuturanku, Ibnu Mas’ud memelukku dan menangis haru. Ia berkata, ‘Marhaban bi man ahabbahullah, marhaban, selamat datang, wahai orang yang dicintai oleh Allah.’

Setelah itu Ibnu Mas’ud mempersilahkanku duduk dan masuk rumah, lalu memberikan kurma kepadaku.”

Pada gilirannya, ia menjadi seorang imam, penghafal Qur’an, dan qari’ setelah sebelumnya sebagai pemusik dan penyanyi. Ia juga dikenal sebagai ulama yang meriwayatkan hadits, orang yang zuhud, dan ahli ibadah. Adz-Dzahabi bahkan menyebutkan kesaksian Zubaid yang berisi pujian tentang shalat Zadzan, “Ketika aku melihat Zadzan shalat, seolah-olah ia adalah batang kurma-karena khusyuknya.”

Mari kita sejenak menghayati kisah ini.

Kisah ini menunjukkan kejujuran Ibnu Mas’ud, niatnya baik dan tujuannya yang lurus dalam mendakwahi Zadzan sehingga menjadi sebab ia mendapatkan hidayah dan bertaubat. Sungguh, ini adalah barakah kejujuran, ketaatan. Dan ketulusan niat. Allah memberikan hidayah kepada Zadzan melalui Abdullah bin Mas’ud, seorang sahabat yang dikenal jujur dan berpribadi baik. Kita tidak akan mungkin bisa memperbaiki orang yang rusak, kecuali jika kita sudah memperbaiki diri kita sendiri, takut kepada Allah letika dalam kesendirian, berlaku ikhlas bergaul dengan orang lain tanpa bermaksud riya’, mencari pujian manusia, baik dalam gerak maupun diam, manauhidkan Allah dalam segala kondisi.

Kunci lain yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud adalah ia mengagungkan dan menghormati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya sehingga ini mewariskan kewibawaan dan pengagungan. Sungguh benar Amir bin Abdul Qais yang berkata, “Barang siapa yang takut kepada Allah maka Allah akan membuat segala sesuatu takut kepadanya. Barang siapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan membuatnya takut terhadap segala sesuatu.”

Kisah ini juga menegaskan betapa besarnya kecintaan dan kelembutan pribadi Ibnu Mas’ud. Nasihatnya juga serasa sempurna. Sebab, ketika Zadzan bertaubat, Ibnu Mas’ud langsung memeluknya dan menangis karena terharu dengan taubatnya. Di samping itu, Ibnu Mas’ud juga memberikan ucapan sukacita dengan kata-kata, “Selamat datang, wahai orang yang dicintai Allah,” sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)

Lebih dari itu, Ibnu Mas’ud juga meminta Zadzan untuk duduk dan memberinya kurma. Inilah sikap ahlu sunah wal jamaah dalam mengajarkan dan mendakwahkan kebenaran serta bersikap lembut dalam bergaul dengan manusia-dalam menasehati mereka.

Kisah ini juga menegaskan kecerdasan Ibnu Mas’ud karena ia berhasil menasehati seseorang sesuai dengan potensi dan bakatnya. Zadzan adalah orang yang memiliki suara yang bagus, ketika Ibnu Mas’ud mengatakan betapa indahnya jika suara bagus Zadzan digunakan untuk melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Semoga Allah meridhai Abdullah bin Mas’ud dan merahmati Zadzan.

No comments:

Post a Comment