Pages

Friday, February 17, 2017

SUNGKEM: (Tradisi Nusantara)


Di antara serangkaian foto Pak Harto dan Ibu semenjak menjabat kedudukan tertinggi selaku presiden RI, banyak anggota masyarakat yang terkesan oleh gambar beliau pada waktu melakukan sungkem di haribaan ibundanya. Dan foto almarhum presiden RI pertama (Bung Karno) yang paling digemari rakyat adalah adegan sungkem di hadapan ibundanya juga.

Sungkem, sikap setengah bersujud hampir di telapak kaki orang tua pada hari Lebaran, adalah momentum yang paling mengharukan dan penuh makna bagi anak dan orang tua. Pada saat itulah tertumpah segala macam gejolak rasa yang mengendap selama paling tidak satu tahun di dalam jiwa setiap anak dan orang tua. Rasa itu sulit digambarkan karena bercampur antara penyesalan, tobat, harapan, rindu, ketakutan akan berpisah, terima kasih, dan berjuta macam lagi endapan rasa berbaur tak terbayangkan.

Melalui upacara sungkem, yang tidak saja dilakukan oleh anak terhadap orang tua, tetapi pula antara istri kepada suami, tiba-tiba segala beban yang menyekat antara anak dan orang tua, antara suami dengan istri, seolah sirna begitu saja, lenyap tanpa sisa.

Jadi, apakah adat semacam ini masih relevan bagi zaman serba komputer ini?

Nyaris semua kalangan berpendapat sama bahwa tradisi sungkem justru harus dilestarikan. Apalagi pada masa manusia hampir senantiasa mengartikan hubungan di antara sesama manusia, termasuk dengan orang tua, hanya melalui lambang-lambang yang bersifat bendawi, berupa hadiah-hadiah kemewahan dan materi, meskpun hal demikian tak dipersalahkan.

Dengan sungkem, hubungan tersebut seakan lebih menghujam ke dalam hati nurani, Seorang anak seakan berkata kepada orang tuanya, melalui air mata yang tertumpah manakala sedang bersujud di ujung kaki mereka, "Ayah, Bunda, ditelapak kakimu terletak surga. Dengan ridlamu saja Allah akan menurunkan ridla-Nya kepadaku."

Terbayanglah kemudian sebuah riwayat, ketika seorang sahabat datang mengadu kepada Nabi Saw, mengenai ibunya yang makin cerewet dan sering menyakiti hati dengan mulutnya yang tajam serta rewel, padahal untuknya ia telah menyediakan segala keperluannya, termasuk pangan dan tempat tinggal.

Rasulullah Saw, waktu itu berkata, "Bayarkan haknya. Seandainya dirajangnya dagingmu pun, belum terbayar seperempat hak ibumu itu."

"Apakah kamu belum tahu, surga itu berada di telapak kaki kaum ibu?"

Ingatlah Alqamah. Ia baru bisa mengucapkan kalimah tauhid menjelang ajalnya sesudah dimaafkan ibunya. Ingatlah Malin Kundang. Ia menjadi batu karena durhaka kepada ibunya.

No comments:

Post a Comment